Jakarta – Dulu dipandang sebagai pekerjaan sambilan, kini profesi barista telah berevolusi menjadi pilihan karier yang prestisius di kalangan anak muda. Di balik secangkir kopi, tersimpan kombinasi keterampilan teknis, seni, dan ilmu sains yang menjadikan barista tak lagi sekadar penyaji, tetapi seniman rasa yang dihormati.
Permintaan terhadap barista bersertifikasi semakin meningkat, seiring berkembangnya industri kopi spesialti di Indonesia. Lembaga seperti Specialty Coffee Association (SCA) atau sekolah barista lokal kini menjadi tujuan utama para pemula untuk menimba ilmu—mulai dari teknik seduh, latte art, hingga pemahaman mendalam tentang profil rasa dan proses pascapanen biji kopi. “Pelatihan formal membuat kami percaya diri dan diakui secara profesional,” ujar Rizky Pranata, barista bersertifikat dari Surabaya.
Tak sedikit kisah inspiratif lahir dari balik mesin espresso. Salah satunya adalah Dewi Utami, yang memulai karier sebagai barista part-time dan kini menjadi pelatih nasional dalam kompetisi kopi. “Barista itu bukan hanya soal skill tangan, tapi juga passion. Saya bisa berdiri di panggung dunia karena cinta pada kopi,” ungkapnya usai menjadi juri di Indonesia Barista Championship (IBC).
Kompetisi barista, baik di tingkat nasional maupun internasional, turut mendorong perkembangan profesi ini. Event seperti IBC dan World Barista Championship menjadi arena unjuk kreativitas dan inovasi. Dari penggunaan kopi fermentasi hingga teknik seduh eksperimental, barista dituntut tidak hanya piawai, tapi juga mampu memukau juri dan penonton lewat storytelling yang kuat.
Kini, menjadi barista adalah bentuk ekspresi gaya hidup dan identitas. Di tengah tren third wave coffee, barista menjadi jembatan antara petani dan konsumen, membawa narasi dari kebun ke cangkir. Profesi ini bukan sekadar pekerjaan, melainkan perjalanan penuh makna dalam dunia rasa, ilmu, dan budaya.